Sosok yang sering dirujuk untuk menjelaskan keutamaan ilmu atas harta adalah menantu sekaligus sahabat Nabi, ‘Ali bin Abi Thalib. Beliau terkenal sebagai sosok muda, shalih, bertaqwa, dan kaya ilmu. Di dalam Lapis-Lapis Keberkahan, Salim A. Fillah menukil penjelasan Syeikh Muhammad Abu Zahrah yang menafsirkan salah satu kalimat hikmah dari ‘Ali bin Abi Thalib yang mengatakan bahwa ilmu jauh lebih mulia dari harta.
Berikut ini 20 hal yang bisa dijadikan hujjah sehingga ilmu jauh lebih mulia dari harta.
Satu, ilmu merupakan warisan para Nabi dan utusan-utusan Allah Ta’ala, sedangkan harta merupakan warisan dari Fir’aun, Qarun, dan raja-raja setelahnya.
Dua, ilmu menjaga pemiliknya, sedangkan harta harus selalu dijaga oleh siapa yang dititipi kekayaan harta.
Tiga, jika ilmu menguasai harta, maka keduanya akan menjadi mulia. Sementara itu, jika harta menguasai ilmu, maka dua perkara ini akan menjadi hina dina.
Empat, jika harta pasti berkurang saat dibelanjakan, maka ilmu akan senantiasa bertambah dan berkah jika diajarkan dan didakwahkan kepada orang lain.
Lima, ilmu akan dibawa hingga mati, bahkan akan terus menyertai pemiliknya hingga Hari Pembalasan. Sedangkan harta enggan dan mustahil ikut jika pemiliknya meninggal dunia. Saat itu, harta akan menjadi milik ahli waris sang pemilik harta.
Enam, kemanfaatan ilmu amat dihajatkan oleh seluruh lapisan manusia, mulai dari rakyat, pejabat, hingga kaum bangsawan. Sedangkan harta hanya akan benar-benar dihajatkan oleh mereka yang miskin dan lemah secara ekonomi.
Tujuh, harta bisa memunculkan banyak musuh dan kawan-kawan yang tidak tulus, ada maunya. Sementara itu, ilmu akan menghasilkan banyak saudara, murid-murid yang menghormati gurunya, dan bisa mengurangi bahkan menghilangkan musuh dan permusuhan.
Delapan, pemilik ilmu akan senantiasa dijuluki, disebut-sebut, dan digelari dengan kebaikan saat belajar hingga mengajarkan ilmunya. Sementara para pemilik harta, hanya akan digelari sebagai orang baik jika memberikan hartanya kepada orang-orang.
Sembilan, tamak (memiliki hasrat yang mendalam) akan kepemilikan ilmu sangatlah bermanfaat bagi para pencari ilmu dan cerdik cendekia. Akan tetapi, tamak kepada harta amatlah buruk kesudahannya, bagi orang miskin maupun yang kaya.
Sepuluh, semakin banyak seseorang memiliki harta, maka hisab terkait harta ini akan menjadi rumit, berbelit, dan memakan waktu yang lama. Tetapi, bagi mereka yang berilmu, Allah Ta’ala akan memudahkan baginya untuk mendapatkan syafa’at dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Sebelas, orang-orang berharta dianggap mulia karena sesuatu yang berada di luar dirinya (harta, dan kepemilikan duniawi). Sedangkan para pemilik ilmu menjadi mulia dan penuh pesona kebaikan lantaran sesuatu yang terdapat di dalam dirinya.
Dua belas, seluruh jenis ketaatan dan ibadah kepada Allah Ta’ala harus dilakukan dengan ilmu. Sebaliknya, ada begitu banyak maksiat kelas kakap yang hanya bisa dikerjakan jika seseorang memiliki harta. Na’udzubillah.
Tiga belas, hampir saja kita tidak menemukan satu pun kemaksiatan yang bisa dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan ilmu. Bahkan, ilmu hanya bisa diperoleh dengan cara yang baik-baik saja. Sementara itu, terkait harta, ada begitu banyak jalan kotor dan siasat keji yang bisa dikerjakan hanya demi mendapatkannya.
Empat belas, sebelum mendapatkan harta, banyak sekali orang yang disergap kesedihan saat mengupayakannya. Ketika sudah berada di tangan, pemilik harta akan disergap kekhawatiran; andai harta berkurang bahkan hilang. Sebaliknya, para pelajar dan yang mengajarkan ilmu, hidupnya senantiasa berada dalam kenyamanan dan kebahagiaan, di mana dan kapan pun.
Lima belas, berilmu ataupun bodoh, saat seseorang mencintai ilmu, maka baginya kemuliaan dan kebaikan. Akan tetapi, siapa yang mencintai harta, baik saat miskin atau kaya, maka hal itu terlarang dan bisa menimbulkan banyak kerugian dunia dan akhirat.
Enam belas, Nabi Adam diciptakan sebagai manusia dengan bekal ilmu, bukan harta. Dengan ilmu itu pula, beliau menjadi makhluk yang mulia hingga diperintahkan kepada malaikat dan bangsa iblis untuk bersujud sebagai tanda hormat kepadanya.
Tujuh belas, yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah pena. Kalimat yang pertama kali diwahyukan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah ‘Bacalah’. Mukjizat yang diberikan kepada Nabi Muhammad adalah al-Qur’an yang mulia. Tiga hal ini, keseluruhannya terkait dengan ilmu.
Delapan belas, satu-satunya harta yang bermanfaat bagi pemiliknya adalah harta yang dimanfaatkan dengan ilmu. Ialah mengamalkannya di jalan Allah Ta’ala. Sedangkan ilmu, agar ianya memberikan manfaat, maka tidak diperlukan harta di dalam memanfaatkannya di jalan Allah Ta’ala.
Sembilan belas, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyamakan pahala orang yang berharta dan berilmu lagi berinfaq dengan orang yang berilmu dan miskin saat dia berniat untuk memberikan infaq.
Dua puluh, mudah sekali bagi para pemilik harta untuk dijangkiti sifat sombong hingga mengaku sebagai Tuhan. Sedangkan mereka yang dikurniai ilmu amatlah besar rasa takut dan harapnya kepada Allah Ta’ala. [Pirman/Kisahikmah]