Total Tayangan Halaman

Minggu, 12 April 2020

Cerita Rakyat - Legenda Batu Menangis


Disebuah bukit yang jauh dari desa, di daerah Kalimantan hiduplah seorang janda miskin dan seorang anak gadisnya. Anak gadis janda itu sangat cantik jelita. Namun sayang, ia mempunyai prilaku yang amat buruk. Gadis itu amat pemalas, tak pernah membantu ibunya melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah. Kerjanya hanya bersolek setiap hari.

Selain pemalas, anak gadis itu sikapnya manja sekali. Segala permintaannya harus dituruti. Setiap kali ia meminta sesuatu kepada ibunya harus dikabulkan, tanpa memperdulikan keadaan ibunya yang muskin, setiap hari harus membanting tulang mencari sesuap nasi.

Pada suatu hari anak gadis itu diajak ibunya turun ke desa untuk berbelanja. Letak pasar desa itu amat jauh, sehingga mereka harus berjalan kaki yang cukup melelahkan. Anak gadis itu berjalan melenggang dengan memakai pakaian yang bagus dan bersolek agar orang dijalan yang melihatnya nanti akan mengagumi kecantikannya. Sementara ibunya berjalan dibelakang sambil membawa keranjang dengan pakaian sangat dekil. Karena mereka hidup di tempat terpencil, tak seorang pun mengetahui bahwa kedua perempuan yang berjalan itu adalah ibu dan anak.

Ketika mereka mulai memasuki desa, orang-orang desa memandangi mereka. Mereka begitu terpesona melihat kecantikan anak gadis itu, terutama para pemuda desa yang tak puas-puasnya memandang wajah gadis itu. Namun ketika melihat orang yang berjalan dibelakang gadis itu, sungguh kontras keadaannya. Hal itu membuat orang bertanya-tanya.

Diantara orang yang melihatnya itu, seorang pemuda mendekati dan bertanya kepada gadis itu, "Hai, gadis cantik. Apakah yang berjalan dibelakang itu ibumu?"

Namun, apa jawaban anak gadis itu?
"Bukan," katanya dengan angkuh. "ia adalah pembantuku !"
Kedua ibu dan anak itu kemudian meneruskan perjalanan. Tak seberapa jauh, mendekati lagi seorang pemuda dan bertanya kepada anak gadis itu.
"Hai, manis. Apakah yang berjalan dibelakangmu itu ibumu?" "Bukan, bukan," jawab gadis itu dengan mendongakkan kepalanya. " ia adalah budakk!"
Begitu setiap gadis itu bertemu dengan seseorang disepanjang jalan yang menanyakan perihal ibunya, selalu jawabannya itu. Ibunya diperlakukan sebagai pembantu dan budaknya.

Pada mulanya mendengar jawaban putrinya yang durhaka jika ditany orang, si ibu masih dapat menahan diri. Namun setelah berulang kali didengarnya jawabannya sama dan yang amat menyakitkan hati, akhirnya si ibu yang malah itu tak dapat menahan diri. Di ibu berdoa.

"Ya Tuhan, hamba tak kuat menahan hinaan ini. Anak kandung hamba begitu teganya memperlakukan diri hamba sedemikian rupa. Ya, Tuhan hukumlah anak durhaka ini ! Hukumlah dia...."
Atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, perlahan-lahan tubuh gadis durhaka itu berubah menjadi batu. Perubahan dimulai dari kaki. Ketika perubahan itu telah mencapai setengah badan, anak gadis itu menangis memohon ampun kepada ibunya.

"Oh, Ibu...ibu...ampunilah daya, ampunilah kedurhakaan anakmu selama ini. Ibu...Ibu...ampunilah anakmu.." Anak gadis itu terus menatap dan menangis memohon kepada ibunya. Akan tetapi, semuanya telah terlambat. Seluruh tubuh gadis itu akhirnya berubah menjadi batu. Sekalipun menjadi batu, namun orang dapat melihat bahwa kedua matanya masih menitikkan air mata, seperti sedang menangis. Oleh karena itu, batu yang berasal dari gadis yang mendapat kutukan ibunya itu disebut "Batu Menangis".

Demikianlah cerita berbentuk legenda ini, yang oleh masyarakat setempat dipercaya bahwa kisah itu benar-benar pernah terjadi. Barang siapa yang mendurhakai ibu Kandung yang telah melahirkan dan membesarkannya, pasti perbuatan laknatnya itu akan mendapat hukuman dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Cerita Rakyat - Legenda Danau Toba

Pesona Danau Toba yang Merendam Misteri - BeritaSatu.com
Di wilayah Sumatera hiduplah seorang petani yang sangat rajin bekerja. Ia hidup sendiri sebatang kara.  Setiap hari ia bekerja menggarap ladang dan mencari ikan dengan tidak mengenal lelah. Hal ini dilakukannya  untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Pada suatu hari petani tersebut pergi ke sungai  di dekat tempat tinggalnya, ia bermaksud mencari ikan untuk lauk nya hari ini. Dengan hanya berbekal sebuah kail, umpan dan tempat ikan, ia pun langsung menuju ke sungai. Setelah sesampainya di sungai,  petani tersebut langsung melempar kailnya. Sambil menunggu kailnya dimakan ikan, petani tersebut berdoa,” ya Allah, semoga aku dapat ikan banyak hari ini”. Beberapa saat setelah berdoa, kail yang dilempar nya tadi nampak bergoyang-goyang. Ia segera menarik kailnya. Petani tersebut sangat senang sekali,  karena ikan yang didapatnya sangat besar dan cantik sekali.
Setelah beberapa saat memandangi ikan hasil tangkapannya petani itu sangat terkejut. Ternyata ikan yang ditangkapnya itu bisa berbicara. “Tolong,, aku jangan dimakan Pak! biar aku hidup”, teriak ikan itu.  Tanpa banyak tanya, ikan tangkapannya itu langsung dikembalikan ke dalam air lagi. Setelah mengembalikan ikan ke ke dalam air, petani itu bertambah terkejut, karena tiba-tiba ikan tersebut berubah menjadi seorang wanita yang sangat cantik.
“Jangan takut Pak, aku tidak akan menyakitimu”, kata si ikan. “ Siapakah kamu ini? Bukankah kamu seekor ikan? tanya  petani itu.
“ Aku adalah seorang putri yang dikutuk, karena melanggar aturan kerajaan”, jawab wanita itu. “Terima  kasih engkau sudah membebaskan aku dari kutukan itu, dan sebagai imbalannya aku bersedia kau jadikan istri”,kata wanita itu. Petani itu pun setuju, maka jadilah mereka sebagai suami istri. Namun, ada satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh menceritakan bahwa asal-usul putri dari seekor ikan. Jika janji itu dilanggar akan terjadi petaka  dahsyat.
Setelah beberapa lama  mereka menikah, akhirnya kebahagiaan petani dan istrinya bertambah, Karena istri petani melahirkan seorang bayi laki-laki. Anak mereka tumbuh menjadi anak yang sangat tampan dan kuat, tetapi ada kebiasaan yang membuat heran  semua orang. Anak tersebut selalu merasa lapar dan tidak pernah merasa kenyang. Semua jatah makanan dilahapnya tanpa sisa. 
Hingga suatu hari anak petani tersebut mendapatkan tugas dari ibunya untuk mengantarkan makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang bekerja. Tetapi tugasnya tidak dipenuhi, semua makanan yang seharusnya untuk ayahnya nya dilahap habis, dan setelah itu  dia tertidur di sebuah gubug. Petani menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan haus dan lapar. Karena tidak tahan menahan lapar, maka ia langsung pulang ke rumah. Di tengah perjalanan pulang, pak tani melihat anaknya sedang tidur di gubug. Petani tersebut langsung membangunkannya. “ Hei bangun!  teriak petani itu.
Setelah anaknya terbangun, petani itu langsung menanyakan makanannya. “mana makanan buat ayah?”, tanya petani. “Sudah habis kumakan”,  jawab si anak. Dengan nada tinggi petani itu langsung memarahi anaknya. “Anak tidak tahu diuntung! tak tahu diri! dasar anak ikan!,” umpat si petani tanpa sadar telah kata pantangan dari istrinya.

Setelah petani mengucapkan kata-kata tersebut, seketika itu juga anak dan istrinya hilang lenyap tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyembur lah air yang sangat deras. Air meluap sangat tinggi dan luas sehingga membentuk sebuah telaga. Dan akhirnya membentuk sebuah danau. Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau Toba. 

Dongeng Si Bebek dan Burung Hantu

Si Bebek dan Si Burung Hantu - Kumpulan Dongeng
Dahulu kala, kehidupan di kerajaan binatang rasa damai.  Seluruh hewan saling sayang menyayangi. Hewan yang tua menyayangi yang muda, sedang hewan yang mudah menghormati yang tua. Bahkan mereka suka hidup bergotong-royong dalam melakukan setiap pekerjaan. Siapapun yang mendapat kesulitan dalam melakukan  sesuatu pekerjaan maka hewan yang lain serentak beramai-ramai membantunya. Sehingga semua pekerjaan yang ringan akan cepat terselesaikan dan pekerjaan yang berat akan terasa ringan karena mereka mengerjakannya bersama-sama. Mereka melakukannya dengan ikhlas tanpa pamrih apapun. 

Namun, akhir-akhir ini ini kehidupan di kerajaan binatang terasa jauh berbeda. Antara hewan yang satu dengan yang lainnya saling curiga mencurigai. Hewan-hewan tua enggan menyayangi yang muda, dan dan sebaliknya, hewan-hewan muda sudah tidak menaruh hormat pada hewan tua.  Hewan-hewan muda semakin berani bertindak tidak sopan kepada hewan-hewan tua. Rasa kegotong-royongan dalam melakukan pekerjaan sudah mereka tinggalkan. Mereka lebih senang hidup menyendiri. Bila ada hewan yang kesulitan melakukan pekerjaan maka tidak ada seekor hewan pun yang ikhlas membantunya. Mereka lebih senang menjadi penonton saja terhadap kesulitan teman-temannya. Kehidupan di kerajaan semakin jauh dari rasa aman dan tentram.

Perubahan kehidupan yang jauh dari rasa nyaman di kerajaan binatang itu, diakibatkan ulah si bebek yang jago gosip. Tiap hari si bebek selalu menyebarkan gosip di mana-mana. Seluruh hewan senantiasa menjadi bahan gosipnya. Sehingga antara hewan satu dan hewan lain terjadi salah paham, tidak jarang terjadi perkelahian. Bila antara hewan satu dan hewan lain terlibat adu mulut dan akhirnya berkelahi maka si bebek menjauhi mereka.  Bahkan terkadang si bebek saling mengadu domba antara hewan satu dengan lainnya. Hewan-hewan tua berusaha diadu dengan hewan-hewan muda. Begitupun sebaliknya.

Si burung hantu merasa resah dengan perubahan kehidupan di kerajaan binatang yang semakin tidak ada aturan. Dia tahu bahwa penyebab semua ini adalah akibat ulah si bebek. Kemudian si burung memikirkan suatu cara bagaimana caranya memberi pelajaran kepada si bebek. Dia ingin menghentikan tingkah polah si bebek yang semakin menjadi-jadi.

Kalau  ulah si bebek tidak dihentikan,  maka kehidupan di kerajaan binatang akan semakin amburadul,” pikir burung hantu. Si burung hantu tahu bahwa setiap malam si bebek selalu tidur di bawah pohon tidak jauh dari rumahnya. Oleh karena itu,  menjelang gelap si burung hantu sudah bertengger di dahan pohon di mana di bawahnya tempat si bebek tidur. Dan tidak beberapa lama nampaklah si bebek pulang. Lalu si burung hantu berusaha mendekatinya.
  •  “Selamat malam, bebek”, sapa  burung hantu.
  • “Hhohoho… selamat malam. Hei, kau rupanya si mata SIONG,” jawab si bebek mengejek.
  • “Wah kamu menghina aku, ya! Apa itu si mata SIONG?” tanya si burung hantu tidak mengerti.
  • “Hehehehehe…. si mata SIONG! Kalau siang matanya sipit kalau malam matanya plolong! Hahahahaha…”
  • “Memang keterlaluan kamu, bebek!,” kata burung hantu. “Semua teman-temanku pasti kau hina, kau fitnah, kau adu domba seperti itu. Pantas saja mereka saling curiga antara satu dengan yang lainnya.”
  • “Ya salah mereka! Kenapa mereka bodoh sehingga bisa saling berkelahi.”
  • “Jangan begitu bebek! Mereka juga teman-temanmu, jadi kamu harus melindungi mereka…!”
  • “Apa? melindungi hewan-hewan yang tidak cerdas seperti mereka? Puih… tidak mau yaa…! Bahkan mereka pantas menerima hadiah akibat kebodohannya.”
  • “Hei, bebek! Tidak pantas kau berkata seperti itu! sekali lagi aku peringatkan agar kamu jangan melakukan hal-hal tercela kepada teman-temanku. kalau tidak mau, maka kamu akan mendapat celaka akibat ulahmu sendiri.”
  • “Memangnya ada apa dengan kamu ini? Sok usil ngurusi urusan teman! kamu jangan mencoba-coba mengancam aku ya Burung Hantu! atau kamu menantang berkelahi dengan aku ya?” bentak si bebek.

Duuuukkkkk..... tiba-tiba ada sebongkah batu besar menimpa mulut si bebek. Entah siapa yang telah melemparkannya. Namun dilihat dari arahnya, tentu si burung hantu yang telah melemparkannya.

  • "Aduuhhh.... weekkk...wek...wek...wek!!!!" teriak si bebek kesakitan. dia berusaha melepaskan diri dari himpitan batu yang menimpa mulutnya namun tidak bisa. Dia terus berusaha melepaskan diri dan akhirnya setelah menarik mulutnya kuat-kuat ia terbebas dari himpitan batu. Namun si bebek kembali berteriak dan merasa menyesal karena batu besar yang menghimpit mulutnya tadi ternyata membuat mulutnya menjadi pipih dan sulit menjadi bentuk semula. Si bebek kini sulit untuk berkata-kata lagi, karena setiap berkata-kata dari mulutnya hanya keluar bunyi : Wek..wek..wekk...wekk. Dan sejak saat itu, si bebek tidak bisa berkata-kata lagi. Dia tidak bisa memfitnah teman-temannya lagi. Dia tidak bisa mengadu domba seluruh teman-temannya lagi. Akhirnya ia hanya bisa menyesal dalam hati dan sambil kedua matanya berlinang air mata ia pergi menjauhi teman-temannya karena malu atas perbuatannya selama ini.
  • "itulah akibat kesombongan dan mulut yang senantiasa bergosip, memfitnah, dan mengadu domba teman. Pasti akan mendapat balasan sesuai perbuatannya,"


Kata si Burung hantu. Dan seluruh hewan bersorak sorai tanda gembira. Mereka sadar bahwa sikap mereka selama ini salah akibat fitnahan dan adu domba si bebek. Akhirnya mulai saat itu mereka bersatu lagi. Hidup mereka menjadi nyaman dan tenteram. 

Dongeng Anak Kerang


Ebied Blog 8: Kisah Inspirasi Dari Si Anak Kerang


Pada suatu hari seekor anak kerang di dasar laut mengadu dan mengeluh pada ibunya sebab sebutir pasir tajam memasuki tubuhnya yang merah dan lembek. "Anakku," kata sang ibu sambil bercucuran air mata, "Tuhan tidak memberikan pada kita, bangsa kerang sebuah tangan pun, sehingga Ibu tak bisa menolongmu".

Si ibu terdiam sejenak, "Sakit sekali, aku tahu anakku". Tetapi terimalah itu sebagai takdir alam. Kuatkan hatimu, jangan terlalu lincah lagi. Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri yang menggigit. Balutlah pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yang bisa kau perbuat", kata ibunya dengan sendu dan lembut.

Anak kerang pun melakukan nasihat ibunya. Ada hasilnya, tetapi rasa sakit bukan alang kepalang. Kadang ditengah kesakitannya, ia meragukan nasihat ibunya. Dengan airmata ia bertahan, bertahun-tahun lamanya. Tetapi tanpa disadarinya sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa sakit pun makin berkurang. dan semakin lama mutiaranya semakin besar.

Rasa sakit menjadi terasa lebih wajar. Akhirnya sesudah sekian tahun, sebutir mutiara besar, utuh mengkilap dan berharga malapun terbentuk dengan sempurna. Penderitaannya berubah menjadi mutiara, air matanya berubah menjadi sangat berharga. Dirinya kini, sebagai hasil derita bertahun-tahun, lebih berharga daripada jutaan kerang lainnya yang hanya disantap orang sebagai kerang rebus di pinggir jalan.

Dongeng Anak Penggembala dan Serigala

Dongeng Kisah Anak Penggembala dan Serigala - BACAAN CERITA ...

Seorang anak gembala selalu menggembalakan domba tuannya dekat suatu hutan yang gelap dan tidak jauh dari kampungnya. Karena mulai merasa bosan tinggal di daerah peternakan, dia selalu menghibur dirinya dengan cara bermain-main dengan anjingnya dan memainkan serulingnya.

Suatu hari di menggembalakan dombanya di dekat hutan, dia mulai berpikir apa yang harus dilakukannya apabila dia melihat serigala, dia merasa terhibur dengan memikirkan berbagai macam rencana.

Anak Penggembala ingat Tuannya pernah berkata bahwa apabila dia melihat serigala menyerang kawanan dombanya, dia harus berteriak memanggil bantuan, dan orang-orang sekampung akan datang membantunya. Anak gembala itu berpikir bahwa akan terasa lucu apabila dia berpura-pura melihat serigala dan berteriak memanggil orang sekampungnya datang untuk membantunya. Dan anak gembala itu sekarang walaupun tidak melihat seokor serigala pun, dia berpura-pura lari ke arah kampungnya dan berteroak sekeras-kerasnya, "Serigala.. serigala...!".

Seperti yang dia duga, orang-orang kampung yang mendengarnya berteriak, cepat-cepat meninggalkan pekerjaan mereka dan berlari ke arah anak gembala tersebut untuk membantunya. Tetapi yang mereka temukan adalah anak gembala yang tertawa terbahak-bahak karena berhasil menipu orang-orang sekampung.

beberapa hari kemudian, anak gembala itu kembali berteriak, Serigala, Serigala..!", kembali orang-orang kampung yang mendengar teriakannya berlari datang untuk menolongnya, setelah datang menghampiri teriakan itu, orang-orang kampung hanya menemukan anak gembala yang tertawa terbahak-bahak kembali.

Pada suatu sore ketika matahari mulai terbenam, seekor serigala benar-benar datang dan menyambar domba yang digembalakan oleh anak gembala tersebut. 

Dalam ketakutannya, anak gembala itu berlari ke arah kampung dan berteriak, "Serigala! serigala..!", tetapi walaupun orang-orang sekampung mendengarnya berteriak, mereka tidak datang untuk membantunya. "Dia tidak akan bisa menipu kita lagi," kata mereka.

Serigala itu akhirnya berhasil menerkam dan memakan banyak domba yang digembalakan oleh sang anak gembala, lalu berlari masuk ke dalam hutan kembali.

Hikmah yang dapat kita ambil dari dongeng tersebut adalah, jangan pernah kita berbohong karena "Pembohong tidak akan pernah di percayai lagi walaupun saat itu mereka berkata benar".

Dongeng Petani Jagung yang Beruntung

76+ Gambar Kartun Jagung Lucu Paling Keren - Gambar Pixabay

Alkisah di sebuah desa yang sangat kering, hiduplah seorang petani jagung yang sangat sabar dalam menjalani hidupnya. Di desa yang sangat kering itu, jarang sekali hujan yang turun disana hingga bisa dihitung berapa kali hujan yang turun dalam setahunnya. Petani tersebut tinggal disebuah bukit hutan jati yang meranggas dau-daunya. Seda tersebut hanya dihuni oleh beberapa kepala keluarga karena banyak penduduk yang sudah berpindah ke desa lain akibat kekeringan yang melanda desa itu.

Pada suatu hari, petani tadi hendak jalan ke kebun jagung yang jaraknya puluhan kilometer dari rumahnya. dalam perjalanan dia menemukan sebuah pohon jati yang nampak miring. Dia berhenti sebentar di pohon jati tersebut sambil memperhatikan dengan seksama. ternyata dibawah pohon jati tadi ada sebuah kendi yang berisi air.

Karena merasa sangat haus, sang petani tadi sangat ingin meminum air yang ada di dalam kendi tersebut. Namun karena sadar kalau air itu mungkin ada yang punya, akhirnya si petani tadi mengurungkan niatnya, kemudian ia melanjutkan perjalanannya kembali.

Setelah beberapa kilometer berjalan, petani tadi menemukan sebongkah emas yang sangat mengkilat dari kejauhan, terpogoh-pogoh si petani berlali ingin melihat benda apa yang sangat mengkilat tadi, ternyata setelah didekati, petani tadi sangat terkejut melihat ada sebongkah emas yang sangat besar. Petani itu sangat tergiur dengan emas tadi, tapi terlintas kembali di benaknya bahwa barang tersebut bukan miliknya. "Mungkin saja ada orang yang kehilangan emas ini", ditaruhnya kembali emas tadi, kemudian petani tadi kembali berjalan.

Hingga sebelum sampai di kebun jagung miliknya, petani tadi melihat sebuah ranting yang menghalangi jalan yang dilaluinya, dengan susah payah ia memindahkan ranting yang cukup besar tadi ke pinggir jalan.

Sesampainya di kebun jagung, si petani beristirahat di senuah pohon yang cukup rindang daunnya. Tanpa disadari ternyata pohon tersebut adalah pohon yang belum ia lihat sebelumnya. Ia pun terkejut dan bertanya dalam hati. "Bagaimana mungkin di daerah yang tandus begini ada sebuah pohon yang sangat rindang?", Ia pun mengelilingi pohon sambil terheran melihat pohon tersebut.

Tiba-tiba terdengan suara, "Wahai petani, kau sangat jujur dan baik hati. Aku sangat menghargai sikapmu yang sabar dan tidak mengambil yang bukan milikmu. Kini engkau boleh menikmati semua yang ada di kebun jagung mu ini". Terkejut sekali petani mendengar suara tersebut, ia bertanya-tanya apakah ia dalam mimpi.

Kemudian ia bergerak ke kebun jagungnya dan mulai mencabuti jagung yang sudah bisa dipanen olehnya. Alangkah terkejutnya si petani mendapati jagungnya yang sangat bagus sekali, karena selama ini panen jangungnya sangat mengecewakan, banyak jagung yang kering dan bongkolnya kecil serta banyak yang busuk. Si petani pulang dengan senang dan gembira mendapatkan hasil panen yang bagus hari ini.


Hikmah yang dapat di ambil dari dongeng di atas adalah, jangan mengambil sesuatu yang bukan hak kita, jika kita tetap bersabar dan terus berusaha, pasti suatu saat kita akan mendapatkan balasan yang setimpal dengan kebajikan yang kita kerjakan.

Dongeng Semut dan Kepompong

KISAH SEMUT YANG SOMBONG DAN KEPOMPONG | ANAK PAUD BERMAIN BELAJAR

Dikisahkan ada sebuah hutan yang sangat lebat, tinggallah disana bermacam-macam hewan, mulai dari semut, gajah, harimau, badak, burung dan sebagainya. Pada suatu hati datanglah badai yang sangat dahsyat. Badai itu datang seketika sehingga membuat panik seluruh hewan penghuni hutan itu. Semua hewan panik dan berlari ketakutan menghindari badai yang datang tersebut.

Keesokan harinya, matahari muncul dengan sangat hangatnya dan kicauan burung terdengar dengan merdunya, namun apa yang terjadi? banyak pohon di hutan tersebut tumbang berserakan sehingga membuat hutan tersebut menjadi hutan yang berantakan.

Seekor kepompong sedang menangis dan bersedih akan apa yang telah terjadi di sebuah pohon yang sudah tumbang. "hu...huuu... betapa sedihnya kita, diterjang badai tapi tak ada tempat satupun yang aman untuk berlindung...huhu..." sedih sang kepompong meratapi keadaan.

Dari balik tanah, muncullah seekor semut yang dengan sombongnya berkata "Hai kepompong, lihatlah aku! aku terlindungi dari badai kemarin, tidak seperti kau yang ada diatas tanah, lihat tubuhmu, kau hanya menempel di pohon yang tumbang dan tidak bisa berlindung dari badai" kata sang semut dengan sombongnya.

Si semut semakin sombong dan terus berkata demikian kepada semua hewan yang ada di huta tersebut, sampai pada suatu hari si semut berjalan diatas lumpur hidup. Si semut tidak tahu kalau ia berjalan diatas lumpur hidup yang bisa menelan dan menariknya kedalam lumpur tersebut.

"Tolong....tolong.... aku terjebak di lumpur hidup...tolong....", teriak si semut. Lalu terdengan suara dari atas, "kayanya kamu lagi sedang kesulitan ya, semut?" si semut menengok ke atas mencari sumber suara tadi, ternyata suara tadi berasal dari seekor kupu-kupu yang sedang terbang diatas ;umpur hidup tadi.

"Siapa kau?" tanya si semut galau. "Aku adalah kepompong yang waktu itu kau hina" jawab si kupu-kupu. Semut merasa malu sekali dan meminta bantuan si kupu-kupu untuk menolong dia dari lumpur hidup yang menghisapnya. "Tolong aku kupu-kupu, aku minta maaf waktu itu aku sangat sombong sekali bisa bertahan dari badai cuma hanya karena aku berlindung dibawah tanah". Si kupu-kupu akhirnya menolong si semut dan semut pun selamat serta berjanji tidak akan menghina semua makhluk ciptaan Tuhan yang ada di hutan tersebut.


*Hikmah yang bisa kita ambil dari dongeng diatas adalah, kita harus menyayangi dan menghormati semua makhluk ciptaan Tuhan. Intinya semua ciptaan Tuhan harus kita kasihi dan tidak boleh kita menghina makhluk lain.

Sabtu, 11 April 2020

Cikaracak Ninggang Batu Laun-laun jadi Legok dan Kisah Pembelajaran dari Ibnu Hajar Al Asqalani

Durasi Wabah Thaun yang Dicatat Ibnu Hajar Al Asqalani | Republika ...
Ibnu Hajar Al Asqalani, beliau adalah seorang anak yatim. Ayahnya meninggal pada saat beliau masih berumur 4 tahun dan ibunya meninggal ketika beliau masih balita.
Di bawah asuhan kakak kandungnya, beliau tumbuh menjadi remaja yang rajin, pekerja keras dan sangat berhati-hati dalam menjalani kehidupannya serta memiliki kemandirian yang tinggi. Beliau dilahirkan pada tanggal 22 syaban tahun 773 Hijriyah di pinggiran sungai Nil di Mesir.
Nama asli beliau adalah Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar Al-Kannani Al-Qabilah yang berasal dari Al-Asqalan. Namun ia lebih masyhur dengan julukan Ibn Hajar Al Asqalani. Ibnu Hajar berarti anak batu sementara Asqalani adalah nisbat kepada Asqalan, sebuah kota yang masuk dalam wilayah Palestina, dekat Ghuzzah.
Suatu ketika, saat beliau masih belajar disebuah madrasah, ia terkenal sebagai murid yang rajin, namun ia juga dikenal sebagai murid yang bodoh, selalu tertinggal jauh dari teman-temannya. Bahkan sering lupa dengan pelajaran-pelajaran yang telah di ajarkan oleh gurunya di sekolah yang membuatnya patah semangat dan frustasi.
Beliaupun memutuskan untuk pulang meninggalkan sekolahnya. Di tengah perjalanan pulang, dalam kegundahan hatinya meninggalkan sekolahnya, hujan pun turun dengan sangat lebatnya, mamaksa dirinya untuk berteduh didalam sebuah gua. Ketika berada didalam gua pandangannya tertuju pada sebuah tetesan air yang menetes sedikit demi sedikit jatuh melubangi sebuah batu, ia pun terkejut.
Beliau pun berguman dalam hati, sungguh sebuah keajaiban. Melihat kejadian itu beliaupun merenung, bagaimana mungkin batu itu bisa terlubangi hanya dengan setetes air. Ia terus mengamati tetesan air itu dan mengambil sebuah kesimpulan bahwa batu itu berlubang karena tetesan air yang terus menerus.
Dari peristiwa itu, seketika ia tersadar bahwa betapapun kerasnya sesuatu jika ia di asah trus menerus maka ia akan manjadi lunak. Batu yang keras saja bisa terlubangi oleh tetesan air apalagi kepala saya yang tidak menyerupai kerasnya batu. Jadi kepala saya pasti bisa menyerap segala pelajaran jika dibarengi dengan ketekunan, rajin dan sabar.Gurunya dan menceritakan peristiwa yang baru saja ia alami. Melihat semangat tinggi yang terpancar dijiwa beliau, gurunya pun berkenan menerimanya kembali untuk menjadi murid di sekolah itu.
Sejak saat itu perubahan pun terjadi dalam diri Ibnu Hajar. Beliau manjadi murid yang tercerdas dan malampaui teman-temannya yang telah manjadi para Ulama besar dan ia pun tumbuh menjadi ulama tersohor dan memiliki banyak karangan dalam kitab-kitab yang terkenal dijaman kita sekarang ini.
Di antara karya beliau yang terkenal ialah: Fathul Baari Syarh Shahih Bukhari, Bulughul Marom min Adillatil Ahkam, al Ishabah fi Tamyizish Shahabah, Tahdzibut Tahdzib, ad Durarul Kaminah, Taghliqut Taliq, Inbaul Ghumr bi Anbail Umr dan lain-lain.
Ibnu Hajar al-'Asqalani - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia ...

Kitab Fathul Baari Syarh Shahih Bukhari
Bahkan menurut muridnya, yaitu Imam asy-Syakhawi, karya beliau mencapai lebih dari 270 kitab. Sebagian peneliti pada zaman ini menghitungnya, dan mendapatkan sampai 282 kitab. Kebanyakan berkaitan dengan pembahasan hadits, secara riwayat dan dirayat (kajian).
Kisah Ibnu Hajar Si Anak Batu diatas bisa menjadi motivasi bagi kita semua, "bahwa sekeras apapun itu dan sesusah apapun itu jika kita betul-betul ikhlas dan tekun serta kontinyu dalam belajar niscaya kita akan menuai kesuksesan. Jangan pernah menyerah atau putus asa, karena kegagalan itu hal yang biasa, tapi jika Anda berhasil bangkit dari kegagalan, itu baru luar biasa."
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sampai ia sendirilah yang mengubah keadaan mereka sendiri" (QS. Ar Rad: 11).

Cikaracak Ninggang Batu Laun-laun jadi Legok
cikaracak ninggang batu - YouTube
Aya santri pohara beletna. Nepi ka mindeng jadi pamoyokan santri-santri lianna. Mangtaun-taun masantrén, can ngalaman hatam Alqur’an sakali-kali acan. Boro-boro hatam Alqu’an, jampé solat ogé ukur baé bisa maca fatihah jeung surat parondok. Puguh deui nalar kitab atawa nyarita ku basa Arab mah, tinggaleun pisan. Tapi, ari ngaliwet mah pangpinterna. Kabéjakeun kaanggo ku Ajengan sagala.

Loba babaturanana nu geus baroga pasantrén sorangan. Atuh santri-santri anyar jul-jol, ngaganti nu geus taramat. Ari manéhna teu menyat-menyat. Tungtungna ngarasa éra sorangan. Éra ku sasama santri, éra ku Ajengan.

Tina geus teu kuat nahan kaéra, hiji poé manéhna nepungan Ajengan di bumina. Maksudna rék terus terang, niat balik ka lemburna. Barang tepung pok nyarita, “Ajengan abdi seja amitan, badé mulang ka lembur,” cenah.

“Mulang téh mulang kumaha, apan lain waktuna peré?” témbal Ajengan.

“Mulang teras, moal wangsul deui ka pasantrén. Da bongan geuning, mangtaun-taun masantrén, teu aya pisan kamajengan.”

Ajengan henteu buru-buru ngidinan. Malah teras ngawurukan, sangkan ulah babari pegat harepan. Unggal jelema kamampuhna teu sarua, cenah. Aya nu gancang bisa nangkep pangajaran, teu kurang-kurang anu butuh waktu rada lila, kakara manéhna ngarti.

“Ulah, manéh ulah mulang, mending balik deui ka pondok. Hég diajar leuwih rajin!” saurna deui.

Tapi manéhna keukeuh ménta diidinan mulang. Basana, ti batan miceunan waktu di pasantrén, mending sagawé-gawé di lembur. Diajar néangan pangupa jiwa.

Ku sabab niatna geus pageuh, ahirna Ajengan teu tiasa naon-naon.

“Rék iraha manéh mulang, apan ayeuna mah geus burit?”

“Badé énjing saatosna solat subuh,” cenah, teu poho ménta didungakeun.

Isukna, rebun-rebun pisan manéhna ninggalkeun pasantrén. Ti pasantrén ka lemburna téh, lilana kira-kira sapoé. Sajaba ti éta kudu ngaliwatan leuweung, ngurilingan pasir, sarta turun ngaraas walungan. Tengah poé kakara meunang satengahna. Hartina satengah poé deui, kakara nepi ka lemburna.

Lantaran ngarasa capé, Ki Santri eureun heula niat reureuh. Gék diuk handapeun tangkal kai. Kaayaan di sakuriling kacida tiieuseunana. Nu kadéngé téh ukur sora angin nebak tatangkalan, paselang jeung cluk-clakna cikaracak. Tapi, ku sabab capé, guher manéhna saré tibra pisan.

Hudang-hudang beuteungna ngarasa lapar. Rét ka luhur, panonpoé mimiti déngdék ngulon. Kop kana bekel bawana. Réngsé dahar tuluy beberesih, nginum sakalian wudu tina solokan leutik, teu jauh ti tempat manéhna reureuh. Bérés wudu solat lohor, luhureun batu lémpar.

Tah, waktu manéhna solat, sora cai nyakclak kadéngéna beuki jelas. Clak … clak … clak …, cenah, siga meunang ngatur. Méh baé solatna batal.

Tutas solat, panasaran hayang nyaho asalna sora. Sabada ditéangan, bréh … katénjo, cai tina sela-sela batu, ngarayap mapay aakaran, méméh ragrag ninggang batu lémpar.

Ieu geuning asal datangna sora téh, gerentesna. Ngan édas mani siga beunang ngatur. Sora ragragna ngalagu, sarta angger wirahmana. Persis sora tik-tekna jarum jam. Kalakuan cai ku manéhna terus diperhatikeun. Ti mimiti barijil tina sela-sela batu, tuluy mapay aakaran, nepi ka tingkareclak ragrag kana batu téa.

Ana diteges-teges, geuning batu anu kacakclakan cai téh, nepi ka legokna. Hég ku manéhna dipikiran, batu sakitu teuasna bisa legok ukur karagragan cikaracak. Pasti lain waktu sakeudeung-sakeudeung. Bisa jadi mangpuluh-puluh taun.

Heueuh, ari leukeun jeung sabar mah, cai nu ukur sakec-lak-sakeclak, bisa ngalegokan batu nu sakitu teuasna. Naha ari aing…, tungtungna inget kana kalakuan sorangan. Pédah diajar ngaji teu bisa-bisa, gancang ngarasa éléh. Nepi ka milih balik ka lembur, ti batan diajar leuwih soson-soson.

Harita kénéh manéhna ngagidig seja balik deui ka pasantrén. Jero haténa jangji rék leuwih rajin diajar. Cenah éta boga uteuk kacida beletna, rék nurutan laku cai. Teu bisa sataun, dua taun. Dua taun teu bisa kénéh, matak naon tilu taun. Sugan ari leukeun jeung sabar mah, laun-laun kataékan.

Kajurung ku sumanget rék diajar leuwih getol, leumpang-na satengah lumpat. Atuh méméh magrib téh geus datang deui ka pasantrén. Rasa éra duméh geus amitan balik deui, buru-buru disingkirkeun.

“Aéh, geuning ilaing?” Ajengan kagét nénjo santrina balik deui.

“Leres, abdi Ajengan,” cenah.

Méméh Ajengan naros papanjangan, leuwih ti heula manéhna ngadadarkeun lalakonna. Nyaéta manggihan cikaracak, ragrag nyakclakan ninggang batu, nepi ka éta batu jadi legok.

“Piraku abdi, manusa, kudu éléh ku cai,” cenah ka Ajengan.

Ku sabab diajarna leuwih enya-enya, sakitu taun ti harita, masantrénna teu burung tamat. Kabéjakeun éta santri belet téh nepi ka boga pasantrén gedé, sarta sohor ajengan luhung élmuna.

Legenda Sangkuriang dan Asal-Usul Gunung Tangkuban Perahu

Benarkah Cerita Sangkuriang (Sebenarnya) Terjadi di Kuningan ...

Kisah ini bermula dari seorang dewa dan seorang dewi yang karena kesalahan yang dibuatnya di kayangan, akhirnya harus menjalani hukuman di dunia. Keduanya dihukum untuk berbuat kebaikan dalam hidupnya di bumi dalam bentuk seekor babi hutan dan seekor anjing. Babi hutan jelmaan dewi itu bernama Wayung Hyang, sedangkan anjing jelmaan dewa itu bernama Tumang. Wayung Hyang karena dihukum sebagai babi hutan atau celeng, maka ia berusaha melakukan berbagai kebaikan di dalam sebuah hutan. Sementara Tumang, sang anjing jelmaan dewa itu mengabdi sebagai anjing pemburu pada seorang raja yang bernama Sumbing Perbangkara.


Pada suatu hari, raja Sumbing Perbangkara berburu ke hutan di tepi kerajaan. Di suatu tempat yang dekat dengan tempat tinggal babi hutan Wayung Hyang, Sumbing Perbangkara ingin sekali kencing. Ia kemudian kencing dan tanpa sengaja, tertampung dalam sebuah batok kelapa. Selang beberapa saat, babi hutan Wayung Hyang yang sedang kehausan kemudian meminum air kencing Sumbing Perbangkara. Siapa sangka, Wayung Hyang akhirnya hamil.

Sumbing Perbangkara yang pada dasarnya memang suka berburu kembali ke hutan tersebut setelah berbilang bulan, tepat saat Wayung Hyang melahirkan seorang bayi perempuan yang sangat cantik. Sumbing Perbangkara yang berburu kijang mendengar suara tangisan bayi. Ditemani anjing pemburunya Tumang, ia akhirnya menemukan bayi perempuan yang tak lain adalah anaknya sendiri. Terpikat oleh keelokan paras bayi itu, Sumbing Perbangkara membawanya pulang dan mengangkatnya sebagai anak. Bayi perempuan itu kemudian diberi nama Dayang Sumbi.

Dayang Sumbi kemudian semakin dewasa dan tumbuh menjadi seorang putri yang berparas elok. Kecantikan tersiar ke segenap penjuru kerajaan hingga didengar raja-raja dan para pangeran. Dayang Sumbi diperebutkan. Perang besar terjadi di mana-mana. Merasa tidak nyaman dengan perang yang terjadi di mana-mana karena memperebutkan dirinya, Dayang Sumbi akhir meminta kepada ayahnya raja Sumbing Perbangkara untuk menyendiri dan pergi dari kerajaan. Sumbing Perbangkara akhirnya mengijinkannya dan memberikan Tumang si anjing pemburu untuk menemaninya. Dayang Sumbi tinggal di sebuah pondok di tepi hutan. Dengan kehidupannya yang sederhana tak seorangpun yang tahu bahwa ia adalah Dayang Sumbi yang diperebutkan banyak raja dan pangeran. Di pondok itu ia mengisi kegiatannya dengan menenun.

Suatu hari, saat menenun kain, Dayang Sumbi duduk di atas sebuah bale-bale. Karena mengantuk, alat tenunnya yang disebut torak jatuh ke lantai. Dayang Sumbi merasa malas sekali memungut torak itu, sehingga ia bersumpah bahwa ia akan menikahi siapapun yang mengambilkan torak itu untuknya. Tumang, anjing yang ditugaskan menemani Dayang Sumbi akhirnya mengambilkan torak yang terjatuh itu dan menyerahkannya kepada Dayang Sumbi. Demi memenuhi sumpah yang terlanjur diucapkannya, Dayang Sumbi akhir menikah dengan Tumang.

Raja Sumbing Perbangkara yang mengetahui hal itu akhirnya merasa sangat malu. Putrinya yang cantik menikah dengan seekor anjing dan kini tengah mengandung. Dayang Sumbi akhirnya diasingkan ke hutan bersama-sama dengan Tumang. Tidak ada seorangpun yang tahu bahwa Tumang adalah jelmaan seorang dewa, kecuali Dayang Sumbi. Setiap malam purnama, Tumang dapat menjelma menjadi seorang lelaki yang tampan.

Dayang Sumbi yang hamil akhirnya melahirkan seorang putra yang tampan. Kulitnya putih dengan rambut lebat legam seperti arang. Dayang Sumbi memberinya nama Sangkuriang. Bayi itu kemudian tumbuh menjadi anak yang tangkas.

 Sangkuriang telah mulai mahir memanah, pada suatu hari diminta ibunya untuk berburu. Dayang Sumbi ingin sekali memakan hati rusa. Ditemani Tumang, Sangkuriang berburu di hutan. Di suatu tempat, Sangkuriang melihat babi hutan Wayung Hyang melintas. Ia segera membidikkan panahnya. Akan tetapi Wayung Hyang berlari dan bersembunyi dengan gesit. Sangkuriang memerintahkan anjing pemburunya, Tumang untuk mengejar babi hutan itu. Tumang yang mengetahui jika babi hutan itu bukan sembarang babi hutan melainkan jelmaan dewi yang bernama Wayung Hyang, menolak perintah Sangkuriang. Tumang, si anjing jelmaan dewa itu hanya duduk diam memandang Sangkuriang.

Sangkuriang sangat marah kepada Tumang. Ia menakut-nakuti Tumang dengan mengarahkan anak panah pada Tumang. Tetapi, tanpa sengaja, ia melepaskan anak panah itu pada busurnya. Anak panah melesat dan menghunjam ke tubuh Tumang. Anjing jelmaan dewa itu tewas. Sangkuriang yang ketakutan bercampur putus asa akhirnya mengambil hati Tumang. Hati itu kemudian dibawanya pulang dan diserahkannya kepada dayang Sumbi dengan mengatakan bahwa itu adalah hati rusa hasil buruannya.

Dayang Sumbi dengan gembira memasak hati itu, mereka ia makan dengan lahap. Setelah selesai makan, Dayang Sumbi teringat akan Tumang. Ia bertanya kepada Sangkuriang di mana anjing Tumang. Sangkuriang yang akhirnya tidak bisa berkelit jujur mengakui bahwa Tumang telah tewas karena panahnya dan hatinya telah diserahkan kepada ibunya untuk dimasak.

Dayang Sumbi sangat murka. Sangkuriang telah membunuh ayah kandungnya sendiri. Ia kemudian mengambil centong nasi dan memukul kepala Sangkuriang hingga terluka sangat parah. Akan tetapi, luka di hati Sangkuriang lebih parah. Ia akhirnya lari dari pondok mereka.

Menyadari bahwa ia telah melukai anaknya sendiri dan membuatnya lari, Dayang Sumbi akhirnya merasa sangat menyesal. Sangkuriang adalah putranya satu-satunya yang telah menemaninya hidup di hutan bersama Tumang. Demi menenangkan perasaannya, Dayang Sumbi akhirnya bertapa. Dalam pertapaannya, Dayang Sumbi kemudian dikaruniakan umur panjang dan awet muda. Semumur hidupnya, ia akan tetap menjadi seorang wanita yang cantik dan tak akan pernah terlihat tua.

Sementara itu, Sangkuriang yang lari dengan kepala terluka mengembara ke mana-mana. Ia berguru dengan beberapa orang sakti. Ia masuk hutan keluar hutan. Saat Sangkuriang telah menjadi pemuda sakti dan perkasa, ia mengalahkan semua makhluk-makhluk halus atau guriang yang ditemuinya dalam pengembaraan. Ia menaklukkan mereka dan dengan kesaktiannya menjadi tuan dari guriang-guriang itu.

Pada suatu ketika, dalam pengembaraannya Sangkuriang akhirnya bertemu dengan Dayang Sumbi. Sangkuriang sangat terpesona dengan kecantikan Dayang Sumbi, lalu akhirnya jatuh cinta. Perasaan Sangkuriang berbalas. Dayang Sumbi juga terpikat oleh ketampanan Sangkuriang. Akhirnya, Sangkuriang berniat menikahi Dayang Sumbi.

Saat Dayang Sumbi menyisir rambut dan merapikan ikat kepala Sangkuriang, ia melihat ada bekas luka yang sangat besar. Setelah mengamati wajah Sangkuriang, barulah ia sadar bahwa ia akan menikah dengan anak kandungnya sendiri. Sangkuriang sendiri tidak menyangka bahwa Dayang Sumbi adalah ibu kandungnya.

Dayang Sumbi akhirnya mencoba menjelaskan kenyataan bahwa Sangkuriang adalah putranya. Tetapi Sangkuriang telah kehilangan akal sehat. Sangkuriang tetap memaksa. Akhirnya Dayang Sumbi secara halus menghindari terjadinya perkawinan mereka. Ia meminta Sangkuriang membuatkannya sebuah danau lengkap dengan perahunya dalam semalam. Bagi Dayang Sumbi, ini adalah hal yang mustahil untuk dapat dilakukan oleh Sangkuriang. Anak kandungnya itu tidak akan sanggup memenuhi persyaratan yang mintanya. Di luar dugaan Dayang Sumbi, Sangkuriang menyanggupi permintaannya.

Malam itu, Sangkuriang bekerja keras membuat sebuah danau. Sangkurang menebang pohon, bekas pohon tebangannya itu berubah menjadi sebuah bukit yang kini dikenal sebagai Gunung Bukit Tunggul, sementara daun, ranting dan bagian kayu lainnya yang tidak terpakai ditumpuknya dan terbentuklah Gunung Burangrang. Ia telah bekerja separuh malam. Selanjutnya setelah perahu selesai dibuat Sangkuriang mulai membuat danau. Sangkuriang, seperti pengerjaan perahu, mengerahkan makhluk halus guriang untuk membantu. Melihat situasi ini, Dayang Sumbi menjadi ketakutan. Akhirnya ia menebarkan kain-kain hasil tenunannya di arah timur. Ia memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar usaha Sangkuriang digagalkan. Doanya dikabulkan. Kain-kain tenunan Dayang Sumbi bercahaya kemerah-merahan di ufuk timur. Ayam-ayam jantan kemudian berkokok. Kemudian, makhluk-makhluk halus guriang yang membantu pekerjaan Sangkuriang membuat danau mengira hari akan segera pagi. Merekapun segera berlari dan bersembunyi masuk ke dalam tanah. Sangkuriang tinggal sendirian dengan pekerjaan pembuatan danau yang hampir selesai. Sangkuriang merasa usahanya telah gagal. Ia menjadi marah sekali.

Sangkuriang mengamuk. Sumbat yang dibuatnya untuk membendung Sungai Citarum dibuangnya ke arah timur dan menjadi Gunung Manglayang. Danau Talaga Bandung yang dibuatnya kemudian menyurut. Lalu dengan sekali tendangan keras, perahu buatannya terlempar jauh dan tertelungkup. Dalam sekejap berubah menjadi Gunung Tangkuban Perahu. Sangkuriang mengejar Dayang Sumbi yang melarikan diri. Ketika Dayang Sumbi hampir terkejar oleh Sangkuriang di Gunung Putri, Dayang Sumbi memohon pertolongan Sang Hyang Tunggal. Ia akhirnya menjelma menjadi sekuntum bunga jaksi. Sangkuriang terus mencari Dayang Sumbi hingga sampai ke Ujung Berung dan tersesat ke alam gaib.